Berkorban Demi LiterasiBerkorban Demi Literasi

Berkorban Demi Literasi

Karya :  Syafrina, S.Pd.SD
“Jangan tinggalkan Dian, Bu.”
“Kami kangen sama ibu.”
“Ibu, ayo main. Jangan membaca terus.”
Kalimat di atas  adalah sebagian kecil dari permintaan anak-anak yang butuh perhatian. Akhir-akhir ini waktu untuk mereka memang terbatas. Apalagi ketika aku harus kejar target agar tidak ketinggalan promo penerbitan.
Kebersamaan bersama keluarga  terenggut perlahan. Si bungsu mengambil buku yang kubaca dan menyembunyikannya. Dia ingin main bersamaku. Tapi yang diperhatikan ibu hanya buku.
Adakalanya aku menulis tanpa bisa menyaksikan sinetron favoritku. Kadang-kadang aku membaca atau menulis sambil menonton. Pas iklan aku membaca. Giliran sinetronnya mulai, aku menonton. Bahkan tidak sama sekali.
Malas membuat status di facebook karena ideku kerap menyinggung perasaan orang lain. Pernah aku memposting di facebook, tapi mendapat cercaan di whatsApp. Waw amazing. Untuk menuangkan perasaan sebaiknya kutulis saja. Kan ada laptop.
Sebenarnya aku bukan termasuk orang yang bisa tidur dengan mudahnya. Jika aku bisa tidur menjelang pukul 23.00 WIB. Maka akan terbangun Pukul 03.00 dinihari. Tapi kalau tidurnya lambat, aku menulis sebelum tidur.
Rahmat Allah ini kumanfaatkan sebaik-baiknya.
Aku tidak bisa lagi bermain. Ngerumpi dengan tetangga. Kadang-kadang tetangga bertanya-tanya. Kenapa aku tak nampak-nampak. Apakah selalu tidak di rumah. Begitulah disetiap aku punya kesempatan bertemu mereka.
Tugas pelatihan yang hanya memberikan sebulan  masa tenggang. Disela kegiatan praktek belajar mengajar dan membatu menyelesaikan administrasi sekolah.
Ditambah lagi dengan semakin banyaknya siswa yang berminat. Tiga orang siswaku sudah mulai menulis. Bahkan Jihan Nisa Aulia sudah launching buku perdananya.
Rasa bangga terpancar di wajah bundanya disaat Jihan berdiri memegang pigura dan bersalaman  dengan Bapak Zulkisar, S.Pd.MM, Kepala Dinas pendidikan dan Olahraga kabupaten Solok. Berharap anaknya juga menuai prestasi. Jangan sampai menulis ini justru mempengaruhi belajar ke yang lebih buruk.
Tidak bunda. Menulis tentu akan meningkatkan cara berfikirnya. Sekarang  kita memang dituntut berliterasi sesuai dengan perkembangan zaman. Kalau akan menurunkan prestasi, sebaiknya tidak usah menulis.
Terbukti. Jihan yang selama ini tak pernah mengenyam bagaimana rasanya menjadi juara. Sekarang mendapat peringkat dua. Menyisihkan teman-temannya yang lain. Apakah engkau tidak merasa bangga, wahai ayah-bunda ?
Melihat itu, siswaku berbodong-bondong ingin menulis. Aku selalu memberi semangat “Kita Bisa.” Mutiara Febriyanti yang sudah menyelesaikan 7 Cerpen Anak tanpa kuketahui.
Disusul Halimah Sausan yang menulis cerita Anak melebihi  1.200 kata. Mengalahkan cerpen yang kubuat. Semoga disusul oleh yang lainnya.
Sebagai editor aku tidak mempunyai waktu yang cukup. Anak Sekolah Dasar belum bisa mengetik. Tulisannya juga masih kacau. Jauh dari kata rapi.
Namun aku tak putus asa. Mereka kubimbing dengan penuh kasih sayang. Membakar semangat “Kita Bisa.”
Litersasi membutuhkan biaya. Untuk pelatihan dan untuk membeli buku. Biaya penerbitan dan ongkos kirim.
Bahkan untuk biaya penerbitan buku siswaku, aku rela merogoh kantong sendiri. Walaupun orangtuanya bersedia membayar. Tapi aku tetap tak ingin merepotkan. Hanya saja buku yang sudah diterbitkan, semuanya untukku. Kalau ingin memiliki, mereka harus membeli.
Menyesalkah aku dengan semua itu? tidak. Ada rencana Allah dibalik semuanya. Janji Allah itu pasti. Aku terus-menerus meminta dimurahkan urusan dan rezeki.
Kabupaten Solok Menulis (KSM) mengadakan pelatihan di SDN 09 Talang Babungo. Mengangkat tema  “Penyusunan Buku Ajar dan Buku Pengayaan, bersama KSM, KOGTIK dan K3S Hiliran Gumanti.” Panitia memberi penghargaan bagi yang sudah menerbitkan 5 buku.
Namun aku merasa pemerintah agar lebih mengapresiasi karya kami. Memang akan dianggarkan melalui dana BOS. Tapi menurutku lebih baik kami menerima sendiri. Diberikan langsung kepada kami. Bukan menambah pusing bendahara yang bersusah payah mengelola keuangan yang jumlahnya berdasarkan murid.
Sekolahku siswanya kurang dari 50 anak. Jadi dananya sedikit. Mohon itu menjadi pertimbangan bagi pemerintah.
  Pemerintah Kabupaten Solok menjanjikan Umrah bagi yang sudah menerbitkan 10 buku. Semoga menjadi sebuah kenyataan. Insya Allah aku akan mengejarnya.
Tak kusangka akan mendapat hadiah sebuah buku dari Pak Dian Kelana. Buku yang berjudul “Seorang Balita Ditengah Pergolakan PRRI.” Kuterima dengan suka cita. Dibaca berulang-ulang tanpa rasa bosan.
Terbersit keinginan menulis buku dengan tema serupa. Hal itu kuberitahukan kepada Pak Dian di Instagram. Beliau support agar dapat memunculkan apa yang belum terangkat ke permukaan.
Seorang mantan muridku bertindak cepat. Dia membuat blog yang bernama https://syafrina-azhra.blogspot.com/. Jika ada yang ingin membaca tulisan-tulisanku, silakan lihat di blog tersebut.
Aku juga bisa di follow melalui akun instagram dengan nama Syafrina210 dan facebook Syafrina.
Harus ada yang dikorbankan. Guru tak boleh pelit beli buku. Baik itu materi. Aku tak segan-segan merogoh kantong demi membeli sebuah buku.
Sebuah kamar kusulap menjadi kamar literasi. Tentu saja dengan izin dan kerja sama dengan suami.
Suami selalu mendukung setiap kegiatanku. Walaupun kadang-kadang protes karena buku yang tercipta  tidak laku dipasaran. Hanya terpajang dalam lemari. Bahkan ada yang dibagikan secara gratis.
Walaupun kesadaran tentang pentingnya lirerasi belum nampak. Aku tetap gigih berusaha. Doaku terkabul. Usaha tidak sia-sia. Aku mulai memetik hasilnya.
Satu demi satu aku memenangkan kejuaraan dalam lomba menulis. Sering kedatangan paket buku.
Ada yang hanya mendapat setifikat sebagai anggota. Walaupun karyaku tidak masuk kategori Top 100. Aku peringkat berapa ? Kutanya panitia. Tidak mau menjawab. Hanya kata maaf yang kuterima. Seburuk itukah karyaku atau karena pesertanya memang banyak?
Namun kuyakin akan kekuatan usaha dan doa. Semoga Allah tetap bersama kita.

Posting Komentar

0 Komentar